. Ahlan wa Sahlan: Juli 2011

Minggu, 31 Juli 2011

_Bermaafan Sebelum Ramadhan_

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Kali ini akan kita bahas mengenai sebuah tradisi yang banyak dilestarikan oleh masyarakat, terutama di kalangan aktifis da’wah yang beramal tanpa didasari ilmu, tradisi tersebut adalah tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan. Ya, saya katakan demikian karena tradisi ini pun pertama kali saya kenal dari para aktifis da’wah kampus dahulu, dan ketika itu saya amati banyak masyarakat awam malah tidak tahu tradisi ini. Dengan kata lain, bisa jadi tradisi ini disebarluaskan oleh mereka para aktifis da’wah yang kurang mengilmu apa yang mereka da’wahkan bukan disebarluaskan oleh masyarakat awam. Dan perlu diketahui, bahwa tradisi ini tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadits yang terjemahannya sebagai berikut:
Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:
1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun anehnya, hampir semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat hadits. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits. Setelah berusaha mencari-cari lagi, saya menemukan ada orang yang menuliskan hadits ini kemudian menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/192) dan Ahmad (2/246, 254). Ternyata pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah (3/192) juga pada kitab Musnad Imam Ahmad(2/246, 254) ditemukan hadits berikut:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له : يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين قال الأعظمي : إسناده جيد
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin”.” Al A’zhami berkata: “Sanad hadits ini jayyid”.

Hadits ini dishahihkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/114, 406, 407, 3/295), juga oleh Adz Dzahabi dalamAl Madzhab (4/1682), dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (8/142), juga oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Al Qaulul Badi‘ (212), juga oleh Al Albani di Shahih At Targhib (1679).

Dari sini jelaslah bahwa kedua hadits tersebut di atas adalah dua hadits yang berbeda. Entah siapa orang iseng yang membuat hadits pertama. Atau mungkin bisa jadi pembuat hadits tersebut mendengar hadits kedua, lalu menyebarkannya kepada orang banyak dengan ingatannya yang rusak, sehingga berubahlah makna hadits. Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, lalu sengaja menyelewengkan hadits kedua ini untuk mengesahkan tradisi tersebut. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.

Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيء فليتحلله منه اليوم قبل أن لا يكون دينار ولا درهم إن كان له عمل صالح أخذ منه بقدر مظلمته وإن لم تكن له حسنات أخذ من سيئات صاحبه فحمل عليه
“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)

Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam. Jika ada yang berkata: “Manusia khan tempat salah dan dosa, mungkin saja kita berbuat salah kepada semua orang tanpa disadari”. Yang dikatakan itu memang benar, namun apakah serta merta kita meminta maaf kepada semua orang yang kita temui? Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala.

Sebagaimana sabda RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam,
إن الله تجاوز لي عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.

Dan kata اليوم (hari ini) menunjukkan bahwa meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap tahun tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
Namun bagi seseorang yang memang memiliki kesalahan kepada saudaranya dan belum menemukan momen yang tepat untuk meminta maaf, dan menganggap momen datangnya Ramadhan adalah momen yang tepat, tidak ada larangan memanfaatkan momen ini untuk meminta maaf kepada orang yang pernah dizhaliminya tersebut. Asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga menjadi ritual rutin yang dilakukan setiap tahun.
Wallahu’alam.


Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id

http://www.facebook.com/photo.php?fbid=1678634104092&set=at.1444685735529.52917.1784705699.100002098795829&type=1&ref=nf
Read more ...

Selasa, 19 Juli 2011

_Kurindu Ramadhan_

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Orang yang memahami indahnya bulan Ramadhan tentu akan merasa sangat gembira ketika bulan yang penuh berkah itu tiba. Bagaimana tidak, karena pada bulan Ramadhan-lah Al-Quran diturunkan.
Sebagaimana firman Allah :

”Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia, serta sebagai penjelasan dari petunjuk itu dan sebagai pembeda antara hak dengan bathil (fasad) ” (Q.S Al-Baqarah: 185)

Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan diantaranya dari Abu Hurairah r.a meriwayatkan:

Rasulullah SAW bersabda, ”Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka dikunci dan setan-setan dibelenggu” (HR Bukhari, Muslim, Nasa’i, Ahmad). Pada bulan Ramadhan pun terdapat malam ”lailatul Qadar”. Seperti diketahui, nilai malam lailatul qadar itu lebih baik dibandingkan dengan kurun waktu seribu bulan.

Betapa tingginya posisi bulan Ramadhan sampai disini kita layak bertanya, seberapa besarkah kerinduan kita kepada Ramadhan?.

Merindukan Ramadhan
Ketika hari demi hari, detik demi detik menuju bulan Ramadhan. Seperti kata Rasulullah SAW :

"Seandainya saja manusia tahu keistimewaan bulan Ramadhan, pastilah mereka akan meminta semua bulan adalah Ramadhan". Terlebih lagi saat ini. Ketika perbedaan antara Ramadhan dengan bulan lain begitu jelas terasa, maka sungguh, ingin sekali semua bulan adalah Ramadhan.

Rindu Ramadhan berarti rindu tutupnya tempat-tempat maksiat, menjauhi perbuatan maksiat untuk selamanya. Bukan sementara.

Rindu Ramadhan berarti rindunya nuansa keislaman hadir di tengah-tengah kita, setiap hari.

Rindu Ramadhan artinya rindu syariat Islam secara kaffah (totalitas) diterapkan, dan syariat Islam tak mungkin sempurna pelaksanaannya tanpa adanya Daulah Khilafah Islamiyah.

Semoga rasa rindu ini bukan hanya milik perorangan saja. Tapi rasa ini sudah menjadi milik semua, yaitu kaum muslimin yang rindu kejayaan Islam kembali seperti sedia kala. Dan sungguh, kurindu hadirmu Ramadhan.

Ya Allah, limpahkanlah berkah pada kami di bulan Rajab & Sa’ban dan hidupkanlah kami sampai bulan Ramadhan. Amin..

By : Komunitas Rindu Syariah & Khilafah
Read more ...

_IMSAK-IMSAK... SAATNYA BERHENTI MAKAN....!!_

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Begitulah yang sering kita dengar 10-15 menit sebelum adzan Shubuhberkumandang..... Tidak lupa diiringi kentongan, sirine, atauperingatan-peringatan semisal yang disuarakan lewat speaker masjid.Katanya, jika waktu imsak telah datang kita sudah tidak diperbolehkanlagi makan dan minum karena termasuk waktu makruh – dan bahkan sebagianlain mengatakan waktu yang haram (untuk makan dan minum).
Dibawah ini akan disajikan tulisan ringan yang berisi beberapahadits/atsar serta penjelasan ulama yang berkaitan dengan imsak puasauntuk mendudukkan perbuatan tersebut dalam syari'at Islam.
عَنْانس بْنِ مَالِكٍ عَنْ زيْد بْن ثَابِتٍ رَضَي الله عَنْهُمَا قال:تَسَحَّرْنَا مَع رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم ثُمَّ قَامَ إلىالصَّلاةِ.قال أنس: قُلْتُ لِزيْدٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ الأذَانِوَالسُّحُورِ؟ قال: قَدْرُ خَمْسِينَ آيةٍ .
Dari Anas binMalik dari Zaid bin Tsabit radliyallaahu 'anhuma ia berkata : "Kamipernah makan sahur bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam,kemudian kami berdiri untuk shalat. Maka saya (Anas) berkata : "Berapalama jarak antara adzan dan makan sahur?". Ia (Zaid) menjawab : خمسينآية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur'an)" [Diriwayatkanoleh Al-Bukhari no. 1921 dan Muslim no. 1097].
Yang dimaksud adzan di sini adalah iqamat.
Asy-SyaikhAbdullah bin Abdirrahman Aali Bassam dalam Taisirul-'Allam Syarh'Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177) mengatakan bahwa adzan yangdimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat. Iqamat disebut jugadengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari'Abdullah bin Mughaffal Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : "Diantara dua adzanada shalat – beliau mengatakannya tiga kali – bagi siapa saja yangingin melakukannya" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 624, Muslim no.838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no. 1559-1561].
Juga,sahur yang dilakukan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dan parashahabat adalah mendekati adzan shubuh atau bahkan (selesai) mendekatiiqamat. Hal itu ditunjukkan oleh beberapa qarinah (keterangan) riwayatsebagai berikut :
Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
"Jikasalah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana(minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hinggamenunaikan keinginannya dari bejana (tersebut)" [Diriwayatkan olehAhmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihatAl-Jaami'ush-Shahiih 2/418-419 oleh Asy-Syaikh Muqbil bin HadiAl-Wadi'i].
Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid dari Abu Umamah, ia berkata :
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول الله قال نعم فشربها
"Pernahiqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (binKhaththab) radliyallaahu 'anhu. Dia bertanya kepada Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?". Beliaumenjawab : "Boleh". Maka Umar pun meminumnya" [Diriwayatkan oleh IbnuJarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih].
Haditsyang diriwayatkan dari Ibnu Lahi'ah dari Abu Zubair, ia berkata : Akupernah bertanya kepada Jabir tentang seseorang yang bermaksud puasasedangkan ia masih memegang gelas untuk minum, kemudian ia mendengaradzan. Jabir menjawab :
كنا نتحدث أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ليشرب
"Kamipernah mengatakan hal seperti itu kepada Nabi shallallaahu 'alaihiwasallam dan beliau bersabda : 'Hendaklah ia minum'" [Diriwayatkan olehAhmad 3/348 no. 14797 dan ia berkata : Telah meriwayatkan pada kamiMusa, ia berkata : Telah meriwayatkan kepada kami IbnuLahi'ah].Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Isnad ini tidak mengapa (dapatdipakai), jika untuk penguat. Al-Walid bin Muslim juga meriwayatkannyadari Ibnu Lahi'ah [Diriwayatkan oleh Abul-Husain Al-Kilabi dalamNuskhah Abul-'Abbas Thahir bin Muhammad]".Perawi-perawinya tsiqaat,para perawi Muslim, kecuali Ibnu Lahi'ah, karena jelek hafalannya.Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' (3/153) : "Diriwayatkan oleh Ahmaddan isnadnya hasan". Berkata Syu'aib Al-Arna'uth : "Hasan lighairihi,dan sanad hadits ini adalah dla'if karena jeleknya hapalan IbnuLahi'ah".
Hadits yang dikeluarkan oleh Ishaq dari Abdullah bin Mu'aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
"Akupernah mendatangi Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam untuk adzan shalatshubuh, padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelasair untuk minum. Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kamikeluar untuk shalat" [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019,Ahmad 6/12 no. 23935, dan perawi-perawinya tsiqaat, para perawiAl-Bukhari dan Muslim. Namun sanad hadits ini adalah dla'if, karenatidak diketahui penyimakan 'Abdullah bin Ma'qil Al-Muzanniy dariBilaal. Ada riwayat lain yang semakna dari Ja'far bin Barqan dariSyaddaad maula 'Iyadl bin 'Amir dari Bilal, namun ia juga lemah karenajahalah Syaddaad - sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad 6/13 no. 23947].
Muthi' bin Rasyid meriwayatkan : Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata :
قالرسول الله صلى الله عليه وسلم : " أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني- المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما , فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه, فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم صلاةالغداة "
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallambersabda : "Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia !".Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan 'Umar.Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan akuletakkan di depan beliau shallallaahu 'alaihi wasallam. Kemudian beliaumakan bersama mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam shalat bersama mereka, yaitu shalatshubuh" [Diriwayatkan oleh Al-Bazzar no. 993 dalam Kasyful-Astar dan iaberkata : "Kami tidak mengetahui Taubah menyandarkan kepada Anaskecuali hadits ini dan satu hadits lain dan tidak meriwayatkan duahadits itu darinya – yaitu Anas - , kecuali Muthi'].Al-Hafidh IbnuHajar dalam Az-Zawaid hal. 106 : "Isnad hadits ini hasan". Asy-SyaikhAl-Albani berkata : "Al-Imam Al-Haitsami berkata seperti itu juga(seperti perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar) dalam Al-Majma' (3/152)".
Qais bin Rabi' meriwayatkan dari Zuhair bin Abi Tsabit Al-A'maa dari Tamim bin 'Iyaadl dari Ibnu 'Umar ia berkata :
كانعلقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنهبالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا يا بلال ! يتسحرعلقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah bersamaRasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untukmengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihiwasallam bersabda : "Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makansahur. – Dan ia ('Alqamah) baru mulai makan sahur " [Diriwayatkan olehAth-Thayalisi no. 2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir sebagaimanadalam Al-Majma' 3/153 dan ia berkata : "Qais bin Ar-Rabi' dianggaptsiqah oleh Syu'bah dan Sufyan Ats-Tsauri padahal padanya – yaitu Qais– ada pembicaraan].Asy-Syaikh Al-Albani berkata : "Haditsnya (Qais)hasan jika ada syawahid-nya, karena ia (Qais) sendiri shaduq (jujur).Hanya yang dikhawatirkan adalah jeleknya hafalannya. Maka apabila iameriwayatkan hadits yang sesuai dengan perawi-perawi tsiqat lainnya,haditsnya dapat dipakai".Dr. Muhammad bin 'Abdil-Muhsin At-Turkiy(pen-tahqiq Musnad Abi Dawud Ath-Thayalisiy) berkata : "Sanadnyadla'if, karena ke-dla'if-an Qais bin Ar-Rabii'".
Diriwayatkan dari Syuhaib bin Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه , فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
"Kamipernah makan sahur bersama 'Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu.Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia ('Ali) menyuruh muadzinuntuk iqamat" [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma'anil-Atsar1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah8/11/1].Perawi-perawinya tsiqat kecuali Hibban. Ibnu Abi Hatim 1/2/269membawakan riwayat ini dan ia tidak menyebutkan jarh ataupunta'dil-nya. Sedangkan Ibnu Hibban menulisnya dalam Ats-Tsiqaat.
[Lihatkeseluruhan riwayat ini dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1394].Denganmelihat beberapa riwayat di atas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullahshallallaahu 'alaihi wasallam dan para shahabat makan sahur sampaihampir mendekati adzan atau bahkan iqamat. Hampir dikatakan tidak adajeda antara keduanya (sahur dan adzan). Maka, makna kadar waktu 50 ayatitu merupakan kadar waktu selesai makan sahur sampai menjelang shalatshubuh (iqamat). Bukan waktu berhentinya sahur sampai adzan.
Itulahsunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu,tidaklah berlebihan jika sebagian ulama menganggap perbuatanmengumandangkan waktu imsak sebelum waktu shubuh sebagai perbuatanbid'ah. Telah berkata Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah tentang keadaanimsak sahur di jamannya yang mirip-mirip dengan yang ada sekarang :
منالبدع المنكرة ما أحدث في هذا الزمان من إيقاع الأذان الثاني قبل الفجربنحو ثلث ساعة في رمضان واطفاء المصابيح التي جعلت علامة لتحريم الأكلوالشرب على من يريد الصيام زعما ممن أحدثه أنه للاحتياط في العبادة ولايعلم بذلك الا آحاد الناس وقد جرهم ذلك إلى أن صاروا لا يؤذنون الا بعدالغروب بدرجة لتمكين الوقت زعموا فاخروا الفطر وعجلوا السحور وخالفواالسنة فلذلك قل عنهم الخير وكثير فيهم الشر والله المستعان
"Termasukbid'ah yang munkar adalah apa yang terjadi di jaman ini (jamannya IbnuHajar) yaitu adanya pengumandangan adzan kedua tiga perempat jamsebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam lampu-lampu sebagaipertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum bagi yangberpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapanbahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebabyang mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia.Sikap hati-hati yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkanuntuk berbuka puasa kecuali setelah matahari terbenam beberapa saatagar lebih mantap lagi (menurut anggapan mereka). Akibatnya mereka sukamengakhirkan waktu berbuka puasa, suka mempercepat waktu sahur, dansuka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka sedikit mendapatkankebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan" [Fathul-Baariy, 4/199].
Haldi atas merupakan imsak versi jaman Ibnu Hajar dengan pengumandanganadzan tiga perempat jam sebelum fajar plus memadamkan lampu sebagaitanda berhentinya makan dan minum. Sungguh, Rasulullah shallallaahu'alaihi wasallam telah bersabda :
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
"Telah binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan" – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Semoga kita bukan termasuk golongan yang binasa karena menyelisihi sunnah dan membuat bid'ah dalam agama.
Wallaahu a'lam.
Catatan Penting :
Apayang ditulis di sini bukan berarti menyuruh untuk berlambat-lambatmakan sahur mepet waktu Shubuh hingga kita tertinggal shalat Shubuh.Semua bisa diperkirakan. Barangsiapa yang rumahnya jauh dengan masjid,maka ia dapat menyelesaikan makan sahur dengan segera tanpa harustertinggal shalat berjama'ah. Insya Allah ia mendapatkan keutamaanmengakhirkan makan sahur sebagaimana dalam sunnah Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam.
Untuk menghindari salahpaham, perlu kami tegaskan bahwa tulisan ini juga tidak menganjurkankaum muslimin untuk sahur setelah adzan shubuh dikumandangkan. Ataubahkan sengaja sahur mendekati iqamat. Imsak puasa tetaplah berpatokanpada ayat :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" [QS. Al-Baqarah : 187].
Tidak ada perubahan hukum dalam masalah ini berdasarkan nash dan ijma' ulama.
Tulisanini hanyalah mengkritisi adat kebiasaan masyarakat yang tidak adadalilnya dengan melakukan imsak makan minum beberapa saat sebelum adzanShubuh berkumandang – sehingga banyak di antara mereka kehilangankeutamaan mengakhirkan sahur sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullahshallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat.
[Dihimpun oleh Abu Al-Jauzaa' dari beberapa sumber, after midnight in Ramadlan Mubarak 1430 H].
Diedit kembali tanggal : 16 Ramadlan 1430 H.[1]Baca juga : Minum Setelah Adzan Shubuh
Catatan kaki :
[1]Dikarenakan ada beberapa ikhwah yang salah paham akibat adanyakekurangjelasan yang ada pada tulisan sebelumnya. Kesempurnaan hanyalahmilik Allah semata.

http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/08/imsak-imsak-saatnya-berhenti-makan.html
Read more ...

_14 Amalan yang Keliru di Bulan Ramadhan_

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Berikut adalah beberapa kesalahan yang dilakukan di bulan Ramadhan yang tersebar luas di tengah-tengah kaum muslimin.

1. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Tidaklah tepat keyakinan bahwa menjelang bulan Ramadhan adalah waktuutama untuk menziarahi kubur orang tua atau kerabat (yang dikenaldengan "nyadran"). Kita boleh setiap saat melakukan ziarah kubur agarhati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Namun masalahnyaadalah jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentudan meyakini bahwa menjelang Ramadhan adalah waktu utama untuk nyadranatau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dariajaran Islam yang menuntunkan hal ini.

2. Padusan, Mandi Besar, atau Keramasan Menyambut Ramadhan

Tidaklah tepat amalan sebagian orang yang menyambut bulan Ramadhandengan mandi besar atau keramasan terlebih dahulu. Amalan seperti inijuga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.Lebih parahnya lagi mandi semacam ini (yang dikenal dengan "padusan")ada juga yang melakukannya campur baur laki-laki dan perempuan dalamsatu tempat pemandian. Ini sungguh merupakan kesalahan yang besarkarena tidak mengindahkan aturan Islam. Bagaimana mungkin Ramadhandisambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!

3. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
"Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidakmemakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalampenetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat denganbilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Bazizah mengatakan,"Madzhab ini (yang menetapkan awal ramadhandengan hisab) adalah madzhab bathil dan syari'at ini telah melarangmendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan(dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth'i) atau persangkaankuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan,pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadisempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikitsekali." (Fathul Baari, 6/156)

4. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
"Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu ataudua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakanpuasa pada hari tersebut maka puasalah." (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho'if Sunan Nasa'i)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telahmendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,pen)." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho'if Sunan Tirmidzi)

5. Melafazhkan Niat "Nawaitu Shouma Ghodin..."

Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan. An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Madzhab Syafi'i- mengatakan,
لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ
"Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niatadalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat initidak terdapat perselisihan di antara para ulama." (Rowdhotuth Tholibin, I/268, Mawqi'ul Waroq-Maktabah Syamilah)

6. Membangunkan "Sahur ... Sahur"

Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkanwaktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzanshubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untukmenunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untukmemberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum danmemberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jikamembangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan "sahur ... sahur ...."baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetukpintu. Cara membangunkan seperti ini sungguh tidak ada tuntunannya samasekali dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidakpernah dilakukan oleh generasi terbaik dari ummat ini. Jadi, hendaklahyang dilakukan adalah melaksanakan dua kali adzan. Adzan pertama untukmenunjukkan masih dibolehkannya makan dan minum. Adzan kedua untukmenunjukkan diharamkannya makan dan minum. Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu memiliki nasehat yang indah, "Ikutilah(petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, pen), janganlah membuatbid'ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian." (Lihat pembahasan at Tashiir di Al Bida' Al Hawliyah, hal. 334-336)

7. Pensyariatan Waktu Imsak (Berhenti makan 10 atau 15 menit sebelum waktu shubuh)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَ يَهِيدَنَّكُمُ السَّاطِعُ الْمُصْعِدُ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الأَحْمَرُ
"Makan dan minumlah. Janganlah kalian menjadi takut olehpancaran sinar (putih) yang menjulang. Makan dan minumlah sehinggatampak bagi kalian warna merah yang melintang." (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Khuzaimah. Dalam Shohih wa Dho'if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan shahih). Maka hadits ini menjadi dalil bahwa waktu imsak(menahan diri dari makan dan minum) adalah sejak terbit fajar shodiq–yaitu ketika adzan shubuh dikumandangkan- dan bukanlah 10 menitsebelum adzan shubuh. Inilah yang sesuai dengan petunjuk Allah danRasul-Nya.
Dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata, "Berapa lama jarak antara iqomah dan sahur kalian?" Kemudian Zaid berkata, "Sekitar 50 ayat."(HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah berapa lama jarak antara sahur daniqomah? Apakah satu jam?! Jawabnya: Tidak terlalu lama, bahkan sangatdekat dengan waktu adzan shubuh yaitu sekitar membaca 50 ayat Al Qur'an(sekitar 10 atau 15 menit)

8. Do'a Ketika Berbuka "Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu..."

Ada beberapa riwayat yang membicarakan do'a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam 'Amalul Yaum wal Lailahno. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan amalan iniadalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yangmursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowiyang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta(Lihat Dho'if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh 'Ishomuddin Ash Shobaabtiy).
Adapun do'a yang dianjurkan ketika berbuka adalah,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Dzahabazh zhoma-u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru insyaAllah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, danpahala telah ditetapkan insya Allah)" (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho'if Sunan Abi Daud)

9. Dzikir Jama'ah Dengan Dikomandoi dalam Shalat Tarawih dan Shalat Lima Waktu

Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskanmengenai dzikir setelah shalat, "Tidak diperbolehkan para jama'ahmembaca dizkir secara berjama'ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiaporang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain.Karena dzikir secara berjama'ah (bersama-sama) adalah sesuatu yangtidak ada tuntunannya dalam syari'at Islam yang suci ini." (Majmu' Fatawa Ibnu Baz, 11/189)

10. "Ash Sholaatul Jaami'ah..." untuk Menyeru Jama'ah dalam Shalat Tarawih

Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama'ah dengan ucapan "Ash Sholaatul Jaami'ah..." Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid'ah). (Lihat Al Mawsu'ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9634, Asy Syamilah)

11. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
"Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh." (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa'447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jika imam melaksanakan shalattarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikanbersama imam. Itulah yang lebih tepat.

12. Perayaan Nuzulul Qur'an

Perayaan Nuzulul Qur'an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengatakan,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
"Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya."Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yangtidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkanperbuatan semacam ini sebagai bid'ah. Karena para sahabat tidaklahmelihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur'an Al 'Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)

13. Membayar Zakat Fithri dengan Uang

Syaikh Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz mengatakan, "Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu 'anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallamdan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya.Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang,tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan merekayang berkaitan dengan syari'at lainnya dinukil (sampai pada kita)." (Majmu' Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)

14. Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah

Al Lajnah Ad Da'imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, "Jikadi negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim dinegeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat,hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebutwajib mengikuti pendapatnya." (Fatawa no. 388)
Demikian beberapa kesalahan atau kekeliruan di bulan Ramadhan yangmesti kita tinggalkan dan mesti kita menasehati saudara kita yang lainuntuk meninggalkannya. Tentu saja nasehat ini dengan lemah lembut danpenuh hikmah.
Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, sifat 'afaf (menjauhkandiri dari hal yang tidak diperbolehkan) dan memberikan kita kecukupan.Semoga Allah memperbaiki keadaan setiap orang yang membaca risalah ini.
Wa shallallahu wa salaamu 'ala Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi ajma'in. Walhamdulillahi rabbil 'alamin.
***
Penulis: Muhammad Abduh TuasikalArtikel www.muslim.or.id
Read more ...