. Ahlan wa Sahlan: November 2011

Rabu, 30 November 2011

_Papa, aku pun mencintai mu_

1 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Sahabat...
Ketika kita di tanya, kepada siapa kita lebih dekat? Kepada ibu kah atau kepada bapak kah? Serentak semua menjawab “kepada ibu”. Tak heran, karena ibu yang 24 jam selalu bersama kita. Tapi pernahkah kita berpikir, bahwa terkadang juga bapak cemburu ketika kita berkata seperti itu. Yah, dia cemburu terhadap jawaban mu itu. Tapi bapak tak pernah marah kepada mu. Bapak tak pernah memarahi mu dan mengatakan, “kenapa hanya ibu mu saja? Padahal sebagian darah ku mengalir dalam diri mu”. Tidak sahabat, bapak tidak pernah mengatakan hal yang demikian. Dia tetap bersikap cool seperti biasanya dan dia tetap menyayangi mu.

Sahabat...
Ketika kita berada di perantauan, maka siapa yang akan kita hubungi terlebih dahulu? Bapak mu kah? Atau ibu mu kah? Serentak semua menjawab “kepada ibu”. Tak heran, sebab kasih sayang ibu telah merekat erat dalam hati kita. Tapi pernah kah kita berpikir, bagaimana perasaan bapak ketika hanya ibu yang terus-terusan kita hubungi terlebih dahulu? Sama hal nya dengan ibu, bapak pun sangat merindukan dirimu. Dan bapak pun menginginkan suatu saat nanti dia lah orang pertama juga yang akan menerima telepon dari mu. Bapak tak pernah memarahi mu dan mengatakan kepada mu “kenapa hanya ibu yang di hubungi? Kenapa ketika meminta uang baru teringat bapak?” tidak sahabat, bapak tak pernah mengatakn hal itu kepadamu, ia tetap bersikap seperti biasa dan menutupi perasaan cemburunya.

Sahabat...
Pernah kah kita berpikir, bahwa kekhawatiran bapak kepada diri mu mungkin saja melebihi kekhwatiran ibu kepada mu ketika kau sakit? Tapi itu semua jarang terpikirkan oleh kita. Lihat saja, saat tengah malam, tiba-tiba dirimu terkena demam tinggi dan persediaan obat di rumah sudah habis. Maka siapa yang rela mencari obat untuk mu? Dia rela tak tidur hanya untuk membeli obat mu. Dia rela kedinginan, dia rela basah dengan embun demi mendapatkan obat untuk buah hatinya yang tercinta. Padahal keadaan bapak yang saat itu sudah tua, dan tak bisa untuk terkena udara dingin malam hari. Tapi, itu semua tak dipikirkan olehnya. Yang ada dipikirannya, adalah kesembuhan dirimu.

Sahabat...
Suatu saat nanti kau akan menyadari bahwa betapa pentingnya bapak dalam hidup mu. Semoga, kesadaran itu tidak muncul ketika ia telah pergi. Saya tak menyuruh kepada kalian untuk membeda-bedakan kasih sayang antara yang diberikan ibu dan bapak kepadamu. Dalam tulisan ini pun, saya tidak mengatakan bahwa harus menyayangi bapak seutuhnya. Tidak. Saya hanya ingin kalian pun menyadari akan pentingnya hadir nya bapak dalam hidup mu. Saya hanya ingin kalian semua tahu, bahwa rasa sayang bapak kepada mu sama seperti rasa sayang ibu kepadamu, tetapi mereka memiliki cara yang berbeda dalam menunjukan perhatian mereka kepadamu. Kenali lah sifat dan sikap bapak mu, maka kau akan jatuh cinta kepadanya dan merasa aman ketika berada di samping nya. Dan akan merasa kehilangan ketika jauh darinya sama hal nya kau merasa kehilangan ketika kau berada jauh dari ibu mu. Jangan pernah ke sampingkan bapak dalam hidup mu. Tetaplah kau mencintai bapak dan ibu mu. ~senyyumm~

FMUBS, 30 November 2011
Makassar, 13.35 wita
Read more ...

Jumat, 25 November 2011

_Catatan akhir tahun_

0 komentar
Bismillahirrahmanirrahim ...

Assalamu'alaikum warahmatullahi Wabarakatuh ...

Sahabat ...

       Tak terasa kita tengah berada di penghujung tahun 1432 H. Sebelum fajar di tahun esok menjelang, ada baiknya kita melihat kembali lembaran-lembaran kehidupan yang telah kita jalani. Iya, melihat kembali masa lalu. Bukan untuk terus tenggelam, tapi untuk bangkit menjadi manusia baru di sisa waktu yang ada.

       Bergantinya siang dan malam, hari demi hari, musim demi musim, tahun demi tahun semestinya membuat kita sadar bahwa saat ini kita sedang melakukan sebuah perjalanan. Sejak kita dilahirkan, sejak saat itu pula pengembaran kita dimulai, lalu kita belajar untuk mengerti bahwa dunia hanyalah tempat singgah dan  setelah itu tak ada lagi kecuali dua pilihan, Indahnya surga atau pedihnya neraka wal iyaadzu billah.

        Muhasabah .. itulah hal yang paling tepat untuk kita lakukan sebelum memasuki tahun baru. Muhasabah berarti introspeksi, melihat kembali jalan hidup yang pernah kita lalui, apakah ada amal sholeh yang telah kita persembahkan untuk terus kita tingkatkan dimasa yang akan datang, atau kekurangan-kekurangan yang kelak  akan  kita lengkapi disaat fajar esok menjelang. Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Hendaknya setiap hamba memiliki waktu-waktu untuk dia menyendiri di dalamnya  dengan do’a, dzikir,shalat, tafakkur. Dan untuk melakukan muhasabah terhadap dirinya serta memperbaiki kondisi  hatinya.”(Majmu’ul fataawa Jilid:10)

         Ditengah begulirnya masa, kita harus meluangkan waktu untuk merespon perubahan-perubahan dalam hidup ini. Melihat kembali keadaan diri dengan usia yang pada hakikatnya semakin berkurang. Melihat berarti mengevaluasi untuk kemudian merevisinya ke arah yang lebih baik. Ini bukan persoalan kecil, ditengah banyaknya orang yang tidak mau melihat kembali perjalanan hidupnya, apalagi berfikir untuk merevisinya. Di butuhkan kesadaran yang mendalam. Iya, kesadaran bahwa semua akan berakhir dan akan berbalas. Kesadaran, bahwa kita hanya akan mengetam apa yang kita tanam hari ini. Kesadran, bahwa kita sedang berpacu dengan waktu. Kesadran, bahwa kematian lebih cepat datangnya dari semua angan-angan yang kita miliki. Kita tak boleh lengah sedikitpun, Terbuai oleh kenikmatan sesaat hingga hidup digerogoti usia dan sampai pada keadaan tak lagi bisa melakukan perubahan yang berarti, karena renta, atau karena usia yang memang sudah selesai waktunya.
Hari ini, betapa banyak di antara kita yang tak pernah peduli dengan perguliran waktu dan membiarkannya mengalir sepeti air tanpa target, tanpa rencana dan tanpa tujuan yang jelas. Padahal waktu terlalu mahal untuk dibiarkan mengalir seperti air. Berapa banyak diantara kita yang membiarkan waktu berlalu dengan produktivitas kebaikan yang rendah, sementara orang lain telah memiliki saham kebaikan dimana-mana. Padahal Rashulullah shallahu alaihi telah bersabda: “Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang mendatangkan manfaat bagimu dan jangan merasa lemah”. Bahkan soal efisiensi waktu  beliau telah mengisyaratkan dalam sabdanya:” Diantara ciri baiknya keislaman seseorang, adalah ketika ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya”.(HR. Tirmidzi)

Sahabat...
         Dunia yang begitu luas seharusnya memberi kita ruang kesadaran, bahwa sejatinya hidup adalah perlombaan. Setidaknya dengan  waktu. Di usia kita yang entah berapa, kita mesti bertanya. Seberapa jauhkah kita melangkah? dan seberapa banyak bekal yang telah kita siapkan? Ini bukan soal dimensi usia dimana seorang mengurutkan zaman produktifitasnya  ke dalam fase yang tidak jelas: Kecil bermain, muda foya-foya, lalu tua bertaubat dari dosa. Ini murni soal berdedikasi secara baik dan maksimal. Sebab pada  akhir dan kesudahannya, hidup memang perlombaan mengejar surga dan menggapai keridhaan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman “Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan”(QS: Al baqarah :148). Bahkan dalam menggapai ampunan dan surga, Allah azza wa Jalla menyuruh kita untuk bergegas, Allah berfirman: “Dan bergegaslah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.”(QS: Ali’ Imran : 133). Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : “Ketika suatu kaum mendengar seruan,”Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan”, dan seruan,”Dan bergegaslah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”, mereka memahami bahwa maksud dari ayat ini adalah,  hendaknya mereka bersungguh-sungguh agar setiap dari mereka menjadi pemenang menuju kemuliaan itu. Maka dahulu, perlombaan mereka adalah pada tingkatan-tingkatan akhirat. Kemudian datanglah sesudah mereka kaum yang berlomba-lomba dalam hal-hal duniawi dengan segala bagiannya yang bgitu cepat sirna”(Lathaaiful maarif). Dalam surat al Muthaffifiin, Tatkala Allah menggambarkarkan kenikmatan penghuni surga, pada akhir ayat ke 26 Dia-pun menegaskan kepada kita untuk melakukan perlombaan, sebagaimana termaktub: ”Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” Bahkan Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: ”Begegaslah kalian dalam melakukan amal shaleh, sebab akan terjadi fitnah-fitnah (yang datang) bagaikan potongan-potongan malam yang gulita” (HR. Muslim, Ahmad, dan At Tirmidzi). Ayat-ayat dan hadits di atas setidaknya menegaskan kembali kepada kita, bahwa berlomba-lomba dalam kebaikan, beradu cepat dan mutu adalah nafas dan naluri kehidupan seorang mukmin.

Sahabat....
         Hidup Ini juga soal menyikapi perguliran waktu, dan menyadari bahwa semua akan sampai pada satu titik yang pasti. Seperti seorang musafir, begitulah Rasulullah shallahu alaihi wasallam menggambarkan kehidupan ini. Beliau bersabda: “Apa urusanku dengan dunia, sungguh perumpamaanku dengan dunia laksana seorang pengembara yang berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian berlalu dan meninggalkannya”(HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah). Di kesempatan yang lain, ia mengajarkan umatnya bagaimana semestinya menyikapi dunia, Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu anhu menuturkan bahwa: “ Suatu ketika Rasulullah shallahu alaihi wasallam memegang pundakku dan berkata, ”Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau  pelintas jalan.” Ibnu Umar berkata: ”Jika engkau berada di sore hari, maka jangan menunggu pagi tiba. Dan jika engkau berada di pagi hari, maka jangan menunggu sore tiba, pergunakan masa sehatmu untuk masa sakitmu, dan kehidupanmu untuk kematianmu.”(HR. Bukhari)

         Di tengah padatnya rutinitas kerja, kita harus mengerti begitu banyak soal logika kehidupan. Logika hidup adalah musafir yang hanya mampir untuk berteduh atau logika sampan kecil yang sedang mengarungi samudra luas dan harus berbekal cukup. Logika hidup adalah waktu, siapa yang membunuh waktu maka berarti ia membunuh hidupnya. Hanya yang menggunakan waktunya dengan baik, tepat dan benar yang akan menuai kebahagiaan di akhir langkah hidupnya. Logika tentang mimpi manusia yang panjang serta ajal yang setiap saat mengintai, atau logika hidup tentang perjalan yang beradu dengan godaan serta panggilan syaitan yang terus melambai sepanjang perjalanan. di atas semua rel logika perjalanan itulah hidup sebagian kita menjadi berarti atau mungkin berbalik tak ubahnya seperti kereta tua. Iya, kereta tua yang hanya memeberi ruang pada sisi sejarah atau kereta tua yang tak kunjung mengantarkan penumpangnya pada cita-cita. Dan Itu tak boleh terjadi. Sebab sepotong hidup hanya datang sekali, sesudah itu secepat pula ia akan pergi. Bahkan alangkah cepatnya menghilang. Pagi datang dan segaera disapu siang, sore memburu tiba-tiba dilipat malam. Gerak dan pilihan untuk terus maju, adalah prinsip besar yang harus kita pilih sebelum semuanya terlambat.  Itulah logika hidup seorang muslim.

          Siapapun kita, hendaklah meletakkan prinsip mendasar dalam hidup “Bahwa kita terlahir untuk mengabdi kepada Allah . kitapun harus mengerti sedang di jalan apa berlalu dan ke arah mana menuju, agar waktunya tak berlalu begitu saja tanpa amal yang berati. Hal ini seperti yang di gambarkan oleh sahabat yang mulia Amiirul mu’minin Ali bin abi Thalib radhiallahu anhu tatkala ia berkata ; ”Sesungguhnya dunia telah pergi dan berlalu dan akhirat telah datang dihadapan, dan keduanya memiliki anak-anak . Maka jadilah kalian anak-anak akhirat dan jangan  menjadi  anak anak dunia, karena hari ini (hari-hari dunia) adalah hari untuk beramal dan bukan (hari) perhitungan dan esok adalah (hari) perhitungan dan bukan (hari untuk) amal.” Atau seperti gambaran Al Hasan Al Bashri dalam ungkapannya yang masyhur, “ wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari. Jika berlalu sebagian dari harimu ,maka berlalu pula sebagian dari dirimu”.  Dalam  kesempatan yang lain dia berkata: “wahai anak Adam, sesungguhnya engkau berada diatara dua kenderaan yang siap mengantarkanmu. Siang mengantarkanmu pada malam dan malam pun mengantarkanmu pada siang dan selanjutnya keduanya akan mengantarkanmu pada akhirat, maka siapakah yang lebih besar marabahaya darimu wahai anak adam.? Sungguh kematian telah diikatkan diatas ubun-ubun setiap kalian, dan dunia dilipat dari belakang kalian.”

           Ungkapa-ungkapan seperti di atas  semestinya terhujam dalam sanubari setiap muslim, agar waktunya senantiasa disibukkan oleh kebajikan dalam penghambaan yang tulus kepada Allah. Sebab seonggok daging yang bernama manusia itu, tercipta untuk sebuah tugas mulia yaitu menjadi Hamba Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya: “dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku" (QS: Adz Dzaariyat : 56).”Dan sembahlah Tuhanmu, sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (maut). (QS; Al Hijr : 99). Iya, Menjadi seorang hamba dan bukan menjadi selainnya, hingga Allah mengakhiri semua cerita tentang kita.

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku”
(QS Al Fajr:27-30)

Wallahu ta’ala a’lam
Washallahu ala nabiyyina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wasallim

ACT, Madinah Al Munawwarah, Kamis 28 Dzulhijjah 1432 H/24 November 2011 M

Sumber : http://www.facebook.com/notes/aan-chandra-thalib/catatan-akhir-tahun/314481448579227
Read more ...

Kamis, 24 November 2011

_Taubat Seorang Ibu Ditangan Putrinya_

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum warahmaullahi Wabarakatuh...

Empat tahun yang silam salah seorang ahli ilmu yang bernama Syaikh Ali al-Hindi meriwayatkan kisah nyata berikut ini kepada Syaikh Abdurrahman al-Makki, seraya mengatakan:
Ada seorang ibu yang merasa geram terhadap putrinya kerena ia tidak lagi seperti dulu dalam menghormati para tamu. Pekan ini, ia tidak menghormati tamu-tamu ibunya. Sang ibu merasa terheran-heran karena putrinya adalah seorang gadis yang multazimah, kuat beragama.
Di hari terakhir dari pekan ini sang gadis duduk ketika ibunya menyambut tetangganya yang datang berkunjung. Hampir saja sang ibu pingsan ketika melihat anaknya tetap terpaku duduk tidak bergerak dari tempat duduknya; tidak berdiri untuk menyambut tetangganya yang baik hati lagi mulia. Lebih-lebih ketika tetangga itu mendekati si putri sambil mengulurkan tangannya. Akan tetapi sang putri Fatimah namanya, pura-pura tidak tahu dan tidak menyambut uluran tangan tetangganya. Ia membiarkan saja sang tetangga berdiri beberapa saat sambil mengulurkan tangannya didepan ibunya yang geram dan kebingungan. Hingga ibunya berteriak: “Berdiri! Dan jabat tangannya!” Sang putri hanya membalas dengan pandangan ketidak pedulian tanpa bergeser sedikitpun dari tempat duduknya seolah-olah ia tuli tidak mendengar kata-kata ibunya.
Sang tetangga merasa sangat tidak enak terhadap kelakukan sang putri dan ia menganggap bahwa kehormatannya telah diinjak-injak dan dihina. Maka segera ia menarik tangannya kembali dan berbalik ingin segera pulang kerumahnya sambil mengatakan: “Sepertinya, saya mengunjungi kalian pada waktu yang tidak tepat.”
Disini sang putri tiba-tiba meloncat dari tempat duduknya dan memegangi tangan tetangganya lalu mencium kepalanya sambil mengatakan: “Maafkan saya, demi Allah saya tidak bermaksud berbuat buruk kepadamu.” Sang putri menuntun tangannya dengan lembut penuh dengan rasa sayang dan penghormatan dan mengajaknya duduk seraya mengatakan: “Tahukah engkau wahai bibi, betapa saya mencintaimu dan menghormatimu.”
Sang putri berhasil menenangkan perasaan tetangganya dan menghapus goresan yang telah melukai hatinya karena sikapnya yang aneh dan tidak terfahami. Sementara sang ibu menahan amarahnya jangan sampai termuntahkan dihadapan putrinya.
Sang tetanggapun berpamitan untuk pulang dan sang putri segera bangkit mengulurkan tangan kanannya sedangkan tangan kirinnya memegangi tangan kanan tetangganya agar tidak mengulurkannya kepadanya. Dia mengatakan: “Seyogyanya tangan kanan saya harus tetap terulur tanpa engkau mengulurkan tanganmu kepadaku agar saya dapat melunasi keburukan apa yang telah aku perbuat terhadapmu.” Akan tetapi sang tetangga langsung mendekap sang putri kedadanya dan menciumi kepalanya seraya mengatakan: “Tidak apa-apa anakku, karena kamu telah bersumpah bahwa kamu tidak bermaksud buruk kepadaku.”
Begitu sang tetangga meninggalkan rumah, sang ibu langsung menegur putrinya dalam kemarahan yang tertahan: “Mengapa kamu bertindak seperti ini?” Fathimah menjawab: “Saya tahu kalau saya menyebabkan ibu merasa tidak enak seperti ini, maafkan saya ibu.” Ibunya bertanya: “Ia mengulurkan tangannya kepadamu, tetapi kamu tetap duduk tidak berdiri, dan tidak menjabat tangannya?!” Putri menjawab: “Engkau wahai ibu, juga melakukan yang demikian!” Ibu berteriak dengan penuh rasa heran: “Apa? Aku melakukannya?!” Ia menjawab: “Ibu melakukannya siang dan malam.” Ibunya semakin marah terheran-heran: “Apa? Aku melakukannya siang dan malam?” Ia menjawab: “Betul bu, Dia menjulurkan tangannya kepada ibu, tapi ibu tidak pernah menjabat tangan-Nya.” Ibunya semakin marah tidak faham: “Siapa yang mengulurkan tangan-Nya kepadaku dan aku tidak menyambutnya?!” Fathimah menjawab: “Allah bu, Allah yang Maha Suci mengulurkan tangan-Nya kepada ibu di siang hari agar ibu bertaubat, dan Dia mengulurkan tangan-Nya kepada Ibu di malam hari agar ibu bertaubat, akan tetapi ibu tidak mau bertaubat. Ibu tidak mengulurkan tangan kepada-Nya.” Ibu terdiam. Ucapan putrinya membuatnya terperanjat dan tertegun. Sang putri melanjutkan perkataannya: “Bukankah ibu merasa bersedih, ketika saya tidak mengulurkan tangan untuk menjabat tetangga kita? Dan ibu khawatir jika dia berpresepsi buruk kepadaku? Saya wahai ibu, merasa bersedih setiap hari ketika mendapati ibu tidak mengulurkan tangan untuk bertaubat kepada Allah yang Maha Suci yang mengulurkan tangan-Nya kepada ibu di siang hari dan di malam hari. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadits shahih:
إِنَّ اللهَ تَعَالىَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ حَتىَّ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya dimalam hari agar bertaubat orang yang berbuat kesalahan di siang hari, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari agar bertaubat orang yang berbuat kesalahan di malam hari hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.” (HR. Muslim)
Apakah engkau mengetahui wahai ibu, Tuhan kita membentangkan tangan-Nya kepada ibu dua kali dalam setiap hari sementara ibu tetap menggenggam tangan tidak menyambut tangan-Nya dengan taubat.” Maka berlinanglah kedua mata sang ibu. Sang putri melanjutkan ucapannya, semakin menajamkan nasihatnya: “Saya sangat mengkhawatirkan ibu, ketika ibu tidak shalat, karena pertama kali yang akan ditanyakan kepada ibu di hari kiamat adalah shalat. Saya sangat bersedih ketika melihat ibu keluar dari rumah tanpa menutup aurat yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukankah ibu merasa tidak enak ketika melihat tindakanku terhadap tetangga kita? Saya wahai ibu sangat merasa tidak enak dihadapan teman-temanku ketika mereka mempertanyakan kepadaku tentang keluarnya ibu tanpa hijab dan tanpa memperhatikan aturan-aturan agama sementara saya adalah gadis yang berhijab.” Maka air mata taubat semakin deras mengalir membasahi kedua pipi sang ibu dan putripun ikut menangis karena tidak bisa menahan rasa harunya melihat ibunya memperhatikan nasihat dan menerima kebenaran. Maka iapun bangkit dan memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang yang amat dalam. Sementara ibunya dengan isak tangisnya mengatakan: “Aku bertaubat kepada-Mu ya Rabb… Aku bertaubat kepadamu ya Rabb…”
Oleh karena itu wahai para ibu, wahai para bapak, wahai para gadis, wahai para pemuda bertaubatlah kepada Allah. Allah mengetahui keadaan kalian. Allah mengetahui apa yang tersirat dalam hati kalian. Dan Allah menunggu taubat kalian. Dan Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat. Maka, apakah kita bertaubat kepada-Nya? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ اللهُ
“Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah?” (QS. Ali Imran: 135)

(Majalah Qiblati Th. I Ed. 5)

Read more ...

Jumat, 11 November 2011

_Menikah vs Kuliah_

0 komentar
Bsmillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


oleh : Haidir Rahman Rz
Menikah vs Kuliah

Ayahku pernah cerita, ada seorang dosen yang gemar membeli buku. Sebagian besar gajinya dia habiskan untuk kepentingan ilmu. Jika ada buku baru yang terbit, dia langsung ke toko buku untuk membelinya. Suatu saat uang belanja istrinya habis, sang istri meminta tambahan uang belanja kepada suaminya, namun sang suami tidak memberinya. Ketika waktu makan siang tiba, betapa terkejutnya sang suami melihat buku-bukunya berada dibalik tudung makan. Maa…! mana makan siang kita? tanya sang suami. Makan tu buku…! jawab sang istri dengan nada sewot.

Ibuku juga mengatakan, bahwa seorang laki-laki tidak akan bisa konsentrasi belajar jika dia sibuk dengan perempuan. Maksudnya pacaran, atau lebih-lebih menikah. Jadi menurut ibuku kalau menikah ya menikah, kalau kuliah ya kuliah. Selesaikan kuliah dulu baru menikah, karena menikah sambil kuliah hanya akan mengganggu kuliah saja. Ibuku kemudian membawakan contoh potret rumah tangga yang mana sang suami putus kuliah akibat menikah teralu dini. Jadi seolah-olah ada kemungkinan bahwa menikahlah yang menyebabkan dia gagal kuliah, meskipun tidak menutup kemungkinan ada sebab lain disamping menikah itu sendiri.

Dari kisah hidup para ulama dapat kita jumpai beberapa figur dari mereka yang tidak menikah seperti Imam Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Entah apakah mereka sibuk dengan ilmu atau ada faktor lainnya, yang jelas secara zhahir mereka sangat sibuk dengan ilmu dan dakwah. Ada kemungkinan mereka hanya berniat untuk menunda pernikahan saja, namun ternyata Allah sudah menjemput mereka sebelum mereka menikah(ini hanya kemungkinan). Imam Ibnu Daqiq Al Ied menyebutkan jika pernikahan itu sekiranya mengganggu seseorang dalam menuntut ilmu maka pernikahan itu hukumnya makruh[1].

Hal ini membuatku bertanya-tanya apakah menikah dan menuntut ilmu merupakan dua hal yang saling bertentangan? Kebanyakan masyarakat di tanah air yang latar pendidikannya tinggi pasti mensyaratkan anaknya untuk lulus kuliah dulu sebelum menikah. Kira-kira apa yang terjadi, jika seseorang yang belum lulus kuliah menikah? Atau apakah kuliah bisa menjamin keharmonisan rumah tangga seseorang?
Rasanya nggak adil kalau menikah yang disalahkan dan dijadikan penghalang seseorang menuntut ilmu. Sebenarnya menikah tidak mengganggu seseorang menuntut ilmu sama sekali. Terganggu tidaknya seseorang dalam menuntut ilmu kembali kepada pribadi masing-masing.

Seorang yang menikah ditengah-tengah kesibukannya menuntut ilmu harus benar-benar pandai membagi waktu dan perasaan. Apa maksudnya dengan waktu? Yaitu waktu untuk ilmu dan waktu untuk keluarganya. Berikan waktu untuk ilmu sesuai porsinya dan berikan pula waktu anda bagi keluarga sesuai porsinya.  Adapun perasaan, ada sebuah nasehat guruku yang masih kuingat sampai sekarang. Beliau mengatakan: Jika anda tipe lelaki yang cuek, maka menikah lebih baik bagi anda meskipun anda sedang menuntut ilmu. Hal ini benar karena dengan menikah dia bisa menjaga dirinya dari pandangan yang diharamkan oleh Allah. Dan disatu sisi dia tidak terbawa perasaan rindu yang terlalu berlebihan ketika berada jauh dari istrinya. Namun jika anda seorang lelaki dengan tipe perindu dan tidak bisa berpisah dari istrinya. Maka bersabarlah sampai anda menyelesaikan studi anda. Karena meskipun dengan menikah anda bisa menjaga pandangan anda, yang notabene hal tersebut mendukung anda dalam menuntut ilmu(apalagi ilmu agama), anda akan terganggu dengan perasaan rindu kepada istri anda. Saat anda berada jauh di tempat anda menuntut ilmu, hati anda selalu berada dikamar bersamanya. Inilah yang memecah konsentrasi dalam belajar. Guruku mengatakan bahwa seorang yang tipenya cuek ketika mendengar kabar sedih tentang istrinya, dia akan mendoakan istrinya dan sepenuhnya menyerahkan perkari ini kepada Allah. Namun tipe perindu, berita tersebut akan membuatnya gelisah. Maka tips pertama adalah ketahuilah diri anda terlebih dahulu. Apakah anda tipe cuek atau perindu?

Setelah anda mengetahui tipe anda, anda harus mengetahui tipe calon yang anda pilih. Adakah dia mendukung anda dalam menuntut ilmu dengan sepenuh jiwa? Siapkah dia berpisah jauh dengan anda sampai anda menyelesaikan studi anda? Adakah dia seorang wanita yang kuat yang mampu memotivasi anda ketika anda kehilangan semangat belajar anda? Apakah dia seorang wanita yang mampu menjaga dirinya dan anak-anak anda(kalau ada) ketika anda jauh di sana? Aku kagum dengan seorang wanita(istri dari sahabatku) ketika ia mengatakan kepada suaminya: "laki-laki pengecut, berapa banyak yang ingin menuntut ilmu di kota Nabi shallallahu 'alaihi wa salam namun Allah belum mentakdirkannya ke sana. Sekarang anda yang sudah Allah pilih untuk menuntut ilmu di sana ingin pulang hanya karena rindu dengan diriku?" Sebuah kata-kata yang membakar yang keluar dari lisan wanita pemberani dan shalihah. Masya Allah Tabarakallah. Namun aku juga pernah kecewa ketika mendengar kisah seorang senior yang ketika tiba di bandara dia harus menyerah setelah mendengar kata-kata istrinya: "Kamu pilih aku atau Madinah?" Akhirnya dia memilih untuk tidak berangkat menuntut ilmu. Semoga Allah memberkahi rumah tangga mereka. Intinya harus ada kesepakatan dan saling mengerti antara anda dan istri anda. Anda mengerti dirinya dan dirinya mengerti anda sebagai seorang penuntut ilmu. Insya Allah jika ini tercapai anda sudah siap untuk membangun rumah tangga meskipun ditengah-tengah kesibukan anda menuntut ilmu, bahkan ketika tiba waktunya bagi anda untuk mengajarkan ilmu anda kepada masyarakat.   
Namun ini semua bagi diriku hanya sebatas teori. Karena mentalku sesungguhnya tidak seperti yang aku tulis disini. Yah bisa dikatakan aku adalah tipe perindu. Namun kutulis untuk menyebarkan manfaat bagi kawan-kawanku atau siapa saja yang menemukan manfaat dalam nasehat ini. Semoga Allah meluruskan niatku dalam tulisan ini.
أللهم تقبل منا صالح الأعمال

Mekkah, 19 Dzulhijjah 1431
Kutulis selepas kami menjalankan misi penerjemah.
Read more ...

Sabtu, 05 November 2011

_Sepucuk surat dari ibu dan ayah ..._ (Copast)

0 komentar
Bismillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Anak ku..
Ketika aku semakin tua, aku berharap kamu memahami dan memiliki kesabaran untuk ku.
Suatu ketika aku memecahkan piring atau menumpahkan sup di meja karena penglihatan ku berkurang, aku berharap kamu tidak memarahiku.

Orangtua itu sensitif. Selalu merasa bersalah saat kamu berteriak.
Ketik pendengaranku semakin memburuk dan aku tidak mendengar apa yang kamu katakan, aku berharap kamu tidak memanggilku “tuli!”. Mohon ulangi apa yang kamu katakan atau menuliskannya.

Maaf anak ku... aku semakin tua.
Ketika lutut ku seamakin lemah,aku berharap kamu memiliki kesabaran untuk membantu ku bangun. Seperti bagaimana aku selalu membantu kamu saat kamu masih kecil, untuk belajar berjalan.
Aku mohon jangan bosan dengan ku.

Ketika aku terus mengulangi apa yang ku katakanseperti kaset rusak, aku berharap kamu terus mendengarkan aku. tolong jangan mengejekku atau merasa bosan dengan ku.
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil dan kamu ingin sebuah balon? kamu mengulangi apa yang kamu mau berulang-ulangsampai kamu mendaptkan apa yang kamu inginkan.

Maafkan juga bau ku..
Tercium seperti orang yang sudah tua.
Aku mohon jangan memaksa ku untuk mandi. Tubuh ku lemah. Orang tua mudah sakit karena mereka rentan dengan dingin. Aku berharap, aku tidak terlihat kotor bagimu.
Apakah kamu ingat ketika kamu masih kecil?
Aku selalu mengejar-ngejar kamu karena kamu tidka ingin mandi.
Aku berharap kamu bersabar dengan ku ketika aku rewel. Ini semua bagian dari menjadi tua.
Kamu akan mengerti ketika kamu tua.

Dan jika kamu memiliki waktu luang, aku berharap kita bisa bicara.
Bahkan untuk beberapa menit. aku selalu sendiri sepanjang waktu. Dan tidak memiliki seorang pun untuk diajak bicara.  Aku tahu, kamu sibuk dengan pekerjaan. Bahkan jika kamu tidak tertarik dengan cerita ku, aku mohon berikan aku waktu untuk bersama mu.
Apakah kamu ingat ketika kamu maish kecil?aku selalu mendengarkan apapun yang kamu ceritakan tentang mainan mu.
Ketika saat nya tiba, dan aku hanya bisa terbaring sakit dan sakit, aku berharap kamu memiliki kesabaran untuk merawatku.

Maaf ..

Kalau akau sengaja mengompol dan membuat berantakan. Aku berharap kamu memiliki kesabaran untuk merawat ku. Selama beberapa saat terakhir dalam hidup ku.
Aku mungkin tidak akan bertahan lebih lama. Ketika waktu kematian ku datang, aku berharap kamu memegang tangan ku dan memberiku kekuatan untuk mengahadapi kematian.

Dan jangan khawatir, ketika aku bertemu dengan Sang Pencipta, aku akan berbisik padaNya,  untuk selalu memberikan berkah kepada mu, karena kamu mencintai ibu dan ayah mu.

Terima kaish atas segala perhatian mu nak.

Kami mencintai mu ...



Dengan kasih yang berlimpah
Ibu dan ayah...
Read more ...