. Ahlan wa Sahlan: _Menikah vs Kuliah_

Jumat, 11 November 2011

_Menikah vs Kuliah_

Bsmillah...

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


oleh : Haidir Rahman Rz
Menikah vs Kuliah

Ayahku pernah cerita, ada seorang dosen yang gemar membeli buku. Sebagian besar gajinya dia habiskan untuk kepentingan ilmu. Jika ada buku baru yang terbit, dia langsung ke toko buku untuk membelinya. Suatu saat uang belanja istrinya habis, sang istri meminta tambahan uang belanja kepada suaminya, namun sang suami tidak memberinya. Ketika waktu makan siang tiba, betapa terkejutnya sang suami melihat buku-bukunya berada dibalik tudung makan. Maa…! mana makan siang kita? tanya sang suami. Makan tu buku…! jawab sang istri dengan nada sewot.

Ibuku juga mengatakan, bahwa seorang laki-laki tidak akan bisa konsentrasi belajar jika dia sibuk dengan perempuan. Maksudnya pacaran, atau lebih-lebih menikah. Jadi menurut ibuku kalau menikah ya menikah, kalau kuliah ya kuliah. Selesaikan kuliah dulu baru menikah, karena menikah sambil kuliah hanya akan mengganggu kuliah saja. Ibuku kemudian membawakan contoh potret rumah tangga yang mana sang suami putus kuliah akibat menikah teralu dini. Jadi seolah-olah ada kemungkinan bahwa menikahlah yang menyebabkan dia gagal kuliah, meskipun tidak menutup kemungkinan ada sebab lain disamping menikah itu sendiri.

Dari kisah hidup para ulama dapat kita jumpai beberapa figur dari mereka yang tidak menikah seperti Imam Nawawi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Entah apakah mereka sibuk dengan ilmu atau ada faktor lainnya, yang jelas secara zhahir mereka sangat sibuk dengan ilmu dan dakwah. Ada kemungkinan mereka hanya berniat untuk menunda pernikahan saja, namun ternyata Allah sudah menjemput mereka sebelum mereka menikah(ini hanya kemungkinan). Imam Ibnu Daqiq Al Ied menyebutkan jika pernikahan itu sekiranya mengganggu seseorang dalam menuntut ilmu maka pernikahan itu hukumnya makruh[1].

Hal ini membuatku bertanya-tanya apakah menikah dan menuntut ilmu merupakan dua hal yang saling bertentangan? Kebanyakan masyarakat di tanah air yang latar pendidikannya tinggi pasti mensyaratkan anaknya untuk lulus kuliah dulu sebelum menikah. Kira-kira apa yang terjadi, jika seseorang yang belum lulus kuliah menikah? Atau apakah kuliah bisa menjamin keharmonisan rumah tangga seseorang?
Rasanya nggak adil kalau menikah yang disalahkan dan dijadikan penghalang seseorang menuntut ilmu. Sebenarnya menikah tidak mengganggu seseorang menuntut ilmu sama sekali. Terganggu tidaknya seseorang dalam menuntut ilmu kembali kepada pribadi masing-masing.

Seorang yang menikah ditengah-tengah kesibukannya menuntut ilmu harus benar-benar pandai membagi waktu dan perasaan. Apa maksudnya dengan waktu? Yaitu waktu untuk ilmu dan waktu untuk keluarganya. Berikan waktu untuk ilmu sesuai porsinya dan berikan pula waktu anda bagi keluarga sesuai porsinya.  Adapun perasaan, ada sebuah nasehat guruku yang masih kuingat sampai sekarang. Beliau mengatakan: Jika anda tipe lelaki yang cuek, maka menikah lebih baik bagi anda meskipun anda sedang menuntut ilmu. Hal ini benar karena dengan menikah dia bisa menjaga dirinya dari pandangan yang diharamkan oleh Allah. Dan disatu sisi dia tidak terbawa perasaan rindu yang terlalu berlebihan ketika berada jauh dari istrinya. Namun jika anda seorang lelaki dengan tipe perindu dan tidak bisa berpisah dari istrinya. Maka bersabarlah sampai anda menyelesaikan studi anda. Karena meskipun dengan menikah anda bisa menjaga pandangan anda, yang notabene hal tersebut mendukung anda dalam menuntut ilmu(apalagi ilmu agama), anda akan terganggu dengan perasaan rindu kepada istri anda. Saat anda berada jauh di tempat anda menuntut ilmu, hati anda selalu berada dikamar bersamanya. Inilah yang memecah konsentrasi dalam belajar. Guruku mengatakan bahwa seorang yang tipenya cuek ketika mendengar kabar sedih tentang istrinya, dia akan mendoakan istrinya dan sepenuhnya menyerahkan perkari ini kepada Allah. Namun tipe perindu, berita tersebut akan membuatnya gelisah. Maka tips pertama adalah ketahuilah diri anda terlebih dahulu. Apakah anda tipe cuek atau perindu?

Setelah anda mengetahui tipe anda, anda harus mengetahui tipe calon yang anda pilih. Adakah dia mendukung anda dalam menuntut ilmu dengan sepenuh jiwa? Siapkah dia berpisah jauh dengan anda sampai anda menyelesaikan studi anda? Adakah dia seorang wanita yang kuat yang mampu memotivasi anda ketika anda kehilangan semangat belajar anda? Apakah dia seorang wanita yang mampu menjaga dirinya dan anak-anak anda(kalau ada) ketika anda jauh di sana? Aku kagum dengan seorang wanita(istri dari sahabatku) ketika ia mengatakan kepada suaminya: "laki-laki pengecut, berapa banyak yang ingin menuntut ilmu di kota Nabi shallallahu 'alaihi wa salam namun Allah belum mentakdirkannya ke sana. Sekarang anda yang sudah Allah pilih untuk menuntut ilmu di sana ingin pulang hanya karena rindu dengan diriku?" Sebuah kata-kata yang membakar yang keluar dari lisan wanita pemberani dan shalihah. Masya Allah Tabarakallah. Namun aku juga pernah kecewa ketika mendengar kisah seorang senior yang ketika tiba di bandara dia harus menyerah setelah mendengar kata-kata istrinya: "Kamu pilih aku atau Madinah?" Akhirnya dia memilih untuk tidak berangkat menuntut ilmu. Semoga Allah memberkahi rumah tangga mereka. Intinya harus ada kesepakatan dan saling mengerti antara anda dan istri anda. Anda mengerti dirinya dan dirinya mengerti anda sebagai seorang penuntut ilmu. Insya Allah jika ini tercapai anda sudah siap untuk membangun rumah tangga meskipun ditengah-tengah kesibukan anda menuntut ilmu, bahkan ketika tiba waktunya bagi anda untuk mengajarkan ilmu anda kepada masyarakat.   
Namun ini semua bagi diriku hanya sebatas teori. Karena mentalku sesungguhnya tidak seperti yang aku tulis disini. Yah bisa dikatakan aku adalah tipe perindu. Namun kutulis untuk menyebarkan manfaat bagi kawan-kawanku atau siapa saja yang menemukan manfaat dalam nasehat ini. Semoga Allah meluruskan niatku dalam tulisan ini.
أللهم تقبل منا صالح الأعمال

Mekkah, 19 Dzulhijjah 1431
Kutulis selepas kami menjalankan misi penerjemah.

0 komentar: