. Ahlan wa Sahlan: _Hidayah itu menyapa Diriku, Dirimu dan Dirinya_

Kamis, 26 Mei 2011

_Hidayah itu menyapa Diriku, Dirimu dan Dirinya_

Bismillah...

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Dulu aku tak memahami seperti apa itu ukhuwah. Hanya sering mendengar dari akhwat-akhwat yang telah lebih dulu mendapat hidayah dari pada aku bahwa ukhuwah yang kita bangun karena Allah sangatlah nikmat dan begitu indah. Ketika berpisah walau hanya sedetik, sudah mulai merasakan rindu untuk ingin segera bertemu. Ketik ketika bertemu, ingin sekali berlama-lama dan menghabiskan waktu untuk bercerita, berbagi ilmu syar’i.. ya seperti itulah ukhuwah yang selalu ku dengar dari mereka. Ketika berpapasan di jalan, maka kita memberikan salam, berjabat tangan atau bahkan saling berpelukan. Dan itu semua dapat menumbuhkan rasa cinta dalam dada kepada saudari kita. Ya, seperti itu pula ukhuwah yang selalu ku dengar dari mereka. Tetapi saat itu aku belum merasakan nikmatnya dan indahnya berukhuwah. Aku belum memahami bagaimana kita mencintai seseorang karena Allah, seperti yang selalu ku dengar dari murabbiyahku, dari akhwat-akhwat dan terkadang dari ustad ketika ada ta’lim gabungan.

Enam bulan pertama saat aku mengenal tarbiyah, belum ku temukan bagaimana berukhuwah. Bagaimana mencinta dan membenci karena ALLAH. tetapi, ada satu hari yang aku selalu senang di buatnya, hari sabtu. Hari dimana aku berkumpul dengan teman-teman liqo ku, hari dimana aku kembali bertemu dengan murabbiyaku dan hari dimana aku bertemu pula dengan akhwat-akhwat yang selalu bersilaturahmi dengan murabbiyaku. Selalu aku merasakan sesuatu yang sangat ku sukai ketika bertemu dengan mereka. Entah apa itu. Ketika berbicara dengan mereka seolah memberikanku sebuah nasehat tetapi hal itu lebih dari sekedar nasehat, ketika berbicara dengan mereka seolah mereka mengingatkan ku arti akan hidup ini. ketika berbicara dengan mereka, seolah mengingatkan ku akan eksistensi ku sebagai hamba. Ketika berbicara dengan mereka, seolah memberikan ku satu kekuatan ntah kekuatan apa itu dan dari mana asalnya aku pun pada saat itu tak tahu... begitulah pada saat itu. Aku bagaikan bayi yang baru lahir dan tak mengerti apa-apa mengenai hidup ini.

Barulah setahun mengenal tarbiyah, aku mengerti namanya ukhuwah. Ukhuwah melebihi ikatan seorang saudara kandung sendiri. Masya Allah...  mereka membantu ku ketika aku sedang di uji oleh Allah, mereka membantu ku ketika aku kesulitan dalam hal ini dan itu. Meraka selalu membuatku mengingat akan dunia akhirat ku. Dan mereka pula yang selalu memotivasi ku untuk ber-Fastabiqul khairat.
4 tahun sudah aku mengenal tarbiyah. Ibarat seorang anak kecil, maka sekarang saatnya ia berkenalan dengan lingkungan luarnya. Akan banyak yang di temukan oleh anak kecil itu ketika ia tekah berkenalan dengan dunia luar. Ia akan mulai berkenalan dengan lingkungan yang ramai, ia akan mengenal satu per satu watak setiap orang yang ia temui, kadang ia terjatuh saat bermain dengan teman sebayanya, kadang ia berkelahi dengan teman sebayanya, kadang ia menangis karena kalah dalam sebuah permainan dengan temannya. Dan masih banyak lagi. Bagitu pun dengan kita sekarang. Akan ada suatu kondisi dimana kita banar-benar akan di uji oleh Allah. dan hal itu adalah kepastian. Tidak akan dikatakan beriman seseorang sebekum ujian datang kepadanya.

Saudariku, masa-masa seperti inilah kita sangat membutuhkan bantuan dari akhwat-akhwat untuk selalu mengingatkan kita ketika kita khilaf, ketika kita lupa. Maka ku ingatkan pada diriku sendiri dan insya Allah kepada mu untuk tidak berpaling dari mereka. Siapa lagi yang akan menginagtkan kita ketika kita khilaf? Berdoa pun adalah senjata paling ampuh yang Insya allah dapat membantu kita. Pada diri yang lemah ini, siapa yang menjamin bahwa kita akan tetap berada di jalan ini sampai enganazal menjemput?. Wallahi, tidak akan ada yang bisa menjamin.

Masih terekam jelas dalam ingatanku sewaktu hidayah itu menyapa ku. Hari itu adalah hari jumat, hari pertama kalinya aku duduk di suatu majelis yang terasa asing bagi ku. Hari pertama aku melihat sesosok wanita yang semua tubuhnya tertutupi kecuali matanya, hari di mana aku bertemu dengan teman-teman yang juga mengikuti kegiatan yang di namakan TARBIYAH. Hari dimana aku menerima materi tentang HIJAB dan JILBAB, hari dimana aku baru mengetahui apa itu hijab, hari dimana aku baru mengetahui penting tidaknya berhijab dan berjilbab, hari pertama aku melihat betapa banyak anak-anak seangkatan ku yang mengikuti TARBIYAH itu. Sekitar 100 siswa yang mengikuti dan hari dimana dibukakan pintu hidayah itu oleh Allah. aku, diriku yang sifat dasarnya ingin sekali mencari tahu ternyata menjadi jalan hidayah Allah untukku. Pada hari itu, entah ada berpuluh-puluh pertanyaan yang ku ajukan pada seorang wanita yang sering di panggil “MURABBI”. Saat itu aku tak peduli, mau murabbinya capek, kewalahan dengan pertanyaan ku, haus karena selalu bebicara menjawab pertanyaan ku, aku tak peduli. Peduli ku pada saat itu adalah aku ingin mencari tahu. Ya, aku ingin tahu. Saat itulah hidayah Allah itu datang. Aku mulai berfikir tentang diriku yang belum berjilbab. Aku mulai berfikir tentang diriku yang ternyata sangat jahiliyah. Aku mulai berfikir ternyata aku sangatlah bodoh akan ilmu agama. Dan, mulaihlah timbul rasa suka ku pada nama TARBIYAH. Setiap pekan pada hari jumat Alhamdulillah aku tak pernah bolong untuk duduk dalam majelis itu. Hanya berangsung selama satu bulan, teman-teman yang dulunya ada 100 orang yang mengikuti kini tinggal 7 orang yang masih aktif. Ya, 97 gugur. Entah kemana. Aku un tak tahu. Tidak hanya sampai disitu, enam bulan telah berjalan kini tanpa sadar kami tinggal ber-empat. Yang duanya kemana?? Aku pun tak tahu. Semuanya hilang. Dan kembali aku berfikir, tentang perkataan murabbi ku bahwa hanya orangorang yang terpilihlah yang akan tetap duduk di majelis ini. ketika mengingat perkataan itu, aku selalu mengaminkannya dalam hati. Dam terus berharap kepada Allah, bahwa sampai dengan azal menjemput hidayah Allah masih bersama ku.
3 tahun aku bersama dengan 3 teman liqo ku. Dia, ya, dia adalah naqibah ku. Dia yang setiap pekan mengingatkan ku dan teman-teman yang lain untuk tarbiyah. Dia, dia yang pada saat itu adalah ketua KKI di bagian Akhwat. Walaupun akhwat di sekolah ku pada saat itu hanya empat orang.

Kini aku rindu kepada naqibah ku. Aku sangat merinduinya. Aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku begitu mencintainya karena Allah. kami berempat terpisah. Ada yang melanjutkan studi ke Malang, Jakarta, Makassar dan ada yang tetap tinggal di kota ku. Sekarang aku tak lagi mendengar kabar naqibah ku yang dulu. Aku tak pernah tahu bagaimana dia sekarang. Aku tak pernah tahu apakah sekarang keimanannya kepada Allah semakin bertambah ataukah mengalami kemerosotan. Aku tak pernah tahu. Ya Allah, aku begitu merindukannya. Aku begitu merindukan saat-saat kita duduk berhalaqah dalam satu majelis. Aku begitu merindukan canda kita di masjid sekolah kit.  Aku begitu merindukan semangat-semangat kita untuk pergi tarbiyah bersama. Aku merindukan ketika kita naik bentor bersama untuk pergi tarbiyah. Aku merindukan ketika kita menyetor hafalan kita kepada murabbi. Aku merindukan ketika kita sholat berjamaah di masjid kecil itu. Aku rindu, aku rindu, dan aku merindukan semua itu. Ingin rasanya aku menangis ketika mengingat masa-masa yang indah saat hidayah itu menyapa.
Untuk dirimu ukhti, walau sekarang kita tak bertemu lagi dan aku tak tahu bagaimana kabar dirimu, engkau masih lah tetap menjadi saudariku. Engaku masihlah tetap menjadi seorang akhwat dimata ku yang selalu mengingatkan dikala kita khilaf dan lupa. Ukhti ku sayang, aku selalu berdoa kepada Allah agar kau selalu di lindungi Allah. aku selalu berdoa kepada Allah, agar Allah selalu melangkahkan kakimu dan kaki kita ke tempat-tempat majelis ilmu syar’i. Aku selalu berdoa kepada Allah, agar hati kita tetap bersatu dalam keimanan kepada Allah ‘azza wa jalla.

Ukhti, semoga dirimu dan kita semua selalu dalam naungan Allah...

Aku merindukan mu ukhti fillah...


Makassar, 26 Mey 2011
00.07 Wita
FMUBS

0 komentar: